Jumat, 30 November 2018

PERINGATAN HUT PGRI KE-73 DAN HARI GURU NASIONAL KIRAM, 27 NOVEMBER 2018

 






SEPOTONG ASA DI KAKI GUNUNG



Oleh: Maya Marlina Febriyanthi

20 kilometer jaraknya
Dari kota Martapura
Mengemban amanah tugas negara
Menjadi pemimpin sebuah lembaga

Desa ini tidaklah terpencil
Sekolah ini masuk kategori kecil
Jalannya belum mulus masih berkerikil
Namun semangat tidaklah kerdil

Perlahan dan pasti mempercantik diri
Berjuang mengukir prestasi
Tak kenal lelah digeluti
Untuk mewujudkan jati diri

Rintangan harus dihadapi
Tantangan menjadi cambuk diri
Terus belajar mencari solusi
Agar hidup kian berarti

(Kiram, Karang Intan, Banjar, Kalsel, 13 Maret 2018)

Rabu, 12 April 2017

KETIKA UJIAN MATEMATIKA BERLANGSUNG


Saya tidak dapat dapat memastikan apa yang ada di benak peserta didik saya yang sedang mengerjakanUjian Matematika, namun yang pasti saya berada di antara peserta didik yang memiliki kecerdasan yang berbeda. Bagi peserta didik yang memang memiliki kecerdasan Matematis-Logis, soal-soal ujian di hadapan mereka pastilah seperti hidangan yang melezatkan, dalam waktu singkat dilahap seluruhnya. Selanjutnya, bagaimana dengan peserta didik yang memiliki jenis kecerdasan yang bukan Matematis-Logis, reaksi peserta didik menjadi berbeda.
            Tingkah laku peserta didik dalam mengerjakan soal memang beragam. Ada yang menatap langit-langit kelas, seolah-olah menghitung di udara, dan menemukan jawabannya. Ada yang menghitung di kertas buramnya, dengan harapan ketika hitungannya selesai, pilihan jawaban sesuai dengan hasil perhitungannya. Ada peserta didik yang hanya tertunduk, menatap kosong lembaran soal, barangkali ada keraguan dalam menggunakan rumus yang mana yang sesuai dengan soal. Satu jam berlalu, semburat kegelisahan terlihat di wajah beberapa peserta didik, penyelesaian soal baru separuhnya. Oh, peserta didikku!
            Seandainya system pendidikan di Indonesia menghargai perbedaan kecerdasan setiap peserta didik. Seandainya setiap peserta didik diakui potensi kecerdasan yang dimilikinya. Benarkah sekolah kita menganut yang namanya keseragaman? Bahwa semua peserta didik harus tuntas dalam setiap mata pelajaran dengan standar nilai minimal. Faktanya, setiap anak terlahir dengan kecerdasan yang dibawanya secara genetis yang diturunkan dari orang tuanya, dan kecerdasan yang berkembang karena factor lingkungan yaitu keluarga dan masyarakat.
            Menurut DR. Howard Gardner dari Harvard University yang dikutip dari buku Munif Chatib “Sekolahnya Manusia” (2012), ada 8 (delapan) kecerdasan majemuk (multiple intelligences) yaitu kecerdasan Linguistic (bahasa), Matematis-Logis, Visual-Spasial (Gambar-Ruang), Musikal, Kinestetis (Gerak), Interpersonal (Kemampuan bergaul dengan orang lain), Intrapersonal (Kemampuan mengenali diri sendiri), dan Naturalis (Kemampuan meneliti gejala-gejala alam).
            Apabila kondisi lingkungan peserta didik kondusif dan selaras dengan kecenderungan kecerdasan yang dimilikinya, maka peserta didik tersebut akan dengan cepat menemukan kondisi akhir terbaik akibat dipicu oleh kondisi lingkungan tersebut. Sebaliknya, apabila kondisi lingkungan tidak mendukung, peserta didik tersebut tidak akan pernah muncul menjadi orang yang mampu memberikan manfaat untuk masyarakat. Setiap peserta didik pasti memiliki minimal satu kelebihan.
            Sebuah ilustrasi, seorang peserta didik yang suka bicara dan ribut di kelas, terkadang dicap peserta didik yang “nakal”, justru ketika dewasa menjadi seorang reporter TV. Atau peserta didik yang suka menggambar dan mencoret papan tulis dan dinding, ketika dewasa berhasil menjadi seorang desainer interior.
            Setiap anak dilahirkan cerdas. Setiap peserta didik memiliki kelebihan yang dapat diasah untuk bekal keterampilan hidupnya. Tidak ada peserta didik yang “bodoh”. Semoga sebagai guru maupun orang tua, kita dapat mengenali kecerdasan peserta didik atau anak kita. Semoga peserta didik atau anak kita menemukan permata potensi dalam dirinya.

Sabtu, 13 Agustus 2016

GERAKAN PENUMBUHAN BUDI PEKERTI (PBP) MELALUI MEMBACA BUKU 15 MENIT SEBELUM PEMBELAJARAN DIMULAI

Pernahkah Anda memperhatikan bagaimana masyarakat Indonesia mengisi waktu ketika sedang antre di sebuah bank, di rumah sakit, di ruang tunggu bandar udara, atau di kantor pos? Apa yang  mereka lakukan untuk mengisi waktu tersebut? Sebagian besar sibuk dengan smartphone mereka berkirim pesan melalui sms, line, bbm, whatsApp, mengunggah foto dan video di instragram, update status di facebook atau twitter, sebagian yang lain asyik mengobrol dengan orang yang duduk di dekatnya, dan hanya satu atau dua orang membaca buku.
            Dalam laporan Unesco tahun 2012, minat membaca orang Indonesia 0,001 atau 1 dari 1000 orang Indonesia yang memiliki minat baca (http://www.kompasiana.com). Rendahnya minat baca ini menjadikan kebiasaan membaca yang rendah. Selain itu, pandangan sebagian masyarakat Indonesia masih berkutat pada pemenuhan hajat hidup yang utama yaitu pangan dan sandang. Ditambah lagi dengan tempat tinggal dan biaya pendidikan lainnya bagi masyarakat kurang mampu. Namun bagi masyarakat yang mampu, membeli barang-barang teknologi yang semakin canggih lebih dipilih daripada membeli buku.
            Sistem pembelajaran di Indonesia belum mewajibkan siswa membaca buku, di luar buku pelajaran. Dalam buku “Pemimpin Cinta” karya Edi Sutarto,2015 terdapat kutipan hasil survey sastrawan Taufik Ismail tahun 2008 yang memaparkan data buku yang wajib dibaca siswa SMA di US sebanyak 32 judul per tahun (1987-1989), SMA Perancis 30 judul (1967-1970), SMA Belanda 30 judul (1970-1973), SMA Jepang 15 judul (1969-1972), SMA Kanada 13 judul (1992-1994), SMA Rusia 12 judul (1980-an), SMA Brunei 7 judul (1966-1969), SMA Malaysia 6 judul (1976-1980), SMA Singapura 6 judul (1982-1983), SMA Thailand 5 judul (1986-1991), dan di Indonesia hingga level SMA tahun 1943-2008 tidak ada buku yang wajib dibaca (0 judul).
Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan apa yang pernah penulis lihat di Monrad Intermediate School di kota Palmerston North, New Zealand. Di sana siswa Kelas 7 diminta untuk membaca sebuah buku cerita dalam mata pelajaran Literacy. Selama 2 minggu siswa membaca cerita pendek dan melaporkan ringkasan cerita yang berisi tentang tokoh, latar cerita, alur cerita, dan nilai moral cerita tersebut. Guru meminta laporan siswa satu per satu dan siswa melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Jika satu bulan ada 2 judul cerita pendek yang dibaca, maka dalam satu catur wulan ada 6 judul cerita pendek yang dibaca.
Kegemaran masyarakat saat ini sejalan dengan kemajuan teknologi telah bergeser dari membaca buku sebenarnya menuju membaca online. Syukur Alhamdulillah jika yang dibaca di smartphone adalah artikel atau buku cerita online. Namun sebagian masyarakat lebih memilih untuk bermain game dan menonton video. Di tengah maraknya media hiburan seperti TV, komputer, dan smartphone, orang lebih memilih menikmati hiburan daripada membaca buku.
Kebiasaan membaca tampaknya memang belum begitu mengakar di Indonesia. Secara historis, masyarakat Indonesia adalah masyarakat pendengar dan penonton, bukan pembaca. Masyarakat kita lebih dekat dengan budaya tutur (oral tradition) daripada budaya baca, karena budaya mendengar dan menonton lebih menyenangkan daripada  budaya baca. Transfer nilai dan kebudayaan dilakukan melalui budaya tutur (lisan) dan ajaran etik dan moral lebih banyak disampaikan melalui dongeng dan nasihat-nasihat langsung dari para sesepuh.
Melihat fakta ini, mengutip artikel Balitbang Kemdikbud tanggal 28 Juli 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) untuk menumbuhkembangkan potensi unik siswa melalui pembiasaan membaca buku selain buku pelajaran selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengatakan budaya membaca dimulai dengan membaca singkat tapi rutin dilakukan terus-menerus sehingga menjadi pembiasaan dan akhirnya menjadi budaya, demikian keterangan pers pada acara Jumpa Pers tentang Penumbuhan Budi Pekerti di kantor Kemendikbud, Jakarta, Jum’at (24/7/2015). Rencananya kegiatan rutin ini akan dilaksanakan pada tahun ajaran baru 2016/2017.
Meningkatkan minat baca dapat dilakukan melalui keteladanan orang tua dan guru. Minat baca anak-anak harus dibiasakan sejak usia dini. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang mempunyai minat baca yang tinggi, akan terdorong untuk membaca karena kebiasaan yang dicontohkan oleh orang tuanya. Orang tua menjadi contoh dan control yang baik bagi anak-anak. Dalam hal ini,orang tua juga sangat berperan dalam membangun minat baca anak-anak dengan menyediakan buku-buku yang menarik bagi anak-anak di rumah. Tentu saja, buku-buku yang disediakan juga harus sesuai dengan usia anak-anak. Pemberian hadiah untuk anak-anak dapat dilakukan jika anak-anak dapat menyelesaikan membaca sebuah buku. Selain itu, terus mengikuti perkembangan membaca anak-anak.
Demikian juga dengan guru. Jika guru ingin siswanya membaca, maka gurunya juga harus membaca. Guru selalu mendorong dan memotivasi siswa untuk mewujudkan minat baca yang tinggi. Guru memperlihatkan antusias yang tinggi saat siswa membaca buku bacaannya. Guru dapat mendorong siswa untuk membuat slogan-slogan di kelas seperti “Ingin jadi Juara dan Berprestasi, Rajinlah Membaca”, “Gunakan Waktu Luang untuk Membaca”, “Tiada Hari Tanpa Membaca”. Guru mengadakan lomba synopsis, dengan membuat synopsis guru mengajarkan kepada siswa untuk menuangkan gagasannya ke dalam tulisan.
Kerja sama antara guru dan pengelola perpustakaan juga dapat dilakukan dengan membuat jadwal kunjungan siswa ke perpustakaan, misalnya meminta siswa kelas IX pada hari Senin ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru. Perpustakaan dibuat menjadi menarik bagi siswa dengan mendesain perpustakaan menjadi tempat yang nyaman untuk membaca agar siswa semakin betah di perpustakaan dan ketersediaan buku-buku yang diinginkan dan disuka oleh siswa. Pemberian hadiah bagi siswa yang paling banyak meminjam buku dan siswa tersebut meningkat prestasinya setelah rajin membaca, dapat pula dilakukan.
Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Semakin banyak membaca, semakin banyak pula informasi yang kita dapatkan. Dengan membaca dapat meningkatkan pengembangan diri, intelektual, wawasan, dan menjadikan pembaca mempunyai tutur kata yang sopan.
Semoga gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) untuk menumbuhkembang- kan pembiasaan membaca buku dapat berjalan dengan baik dan siswa memiliki niat yang tulus untuk membaca. Semoga minat baca siswa di Indonesia bisa sejajar dengan Negara-negara lain karena tinggi rendahnya minat baca suatu bangsa sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Selanjutnya, kualitas sumber daya manusia sangat menentukan perkembangan suatu bangsa.


                                                * Guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Martapura

Kamis, 11 Agustus 2016

GURU PEMULA DAN PIGP

Oleh
* Maya Marlina Febriyanthi, M.Pd

 
  Menjadi guru merupakan dambaan para fresh graduate lembaga pendidikan  tenaga kependidikan (LPTK). Terlebih lagi dengan meningkatnya kesejahteraan guru melalui pemberian tunjangan profesi guru dari pemerintah semakin membuat profesi guru menjadi primadona di negeri ini. Dan setiap tahunnya, pemerintah merekrut guru-guru untuk mengisi kekurangan guru di berbagai satuan pendidikan di tanah air. 
Pemerintah dan pemerintah daerah terus melaksanakan berbagai program pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan (PTK), namun upaya tersebut belum mampu mendukung peningkatan kualifikasi pendidikan, kompetensi, profesionalisme, dan karir PTK secara optimum, khususnya bagi guru pemula. Dalam konteks itu, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 27 Tahun 2010 tentang Program Induksi Guru pemula. Dalam operasionalnya, kegiatan tersebut dilaksanakan melalui Program Better Education Reformed Management Through Universal Teacher Upgrading (BERMUTU) dalam bentuk program induksi guru pemula (PIGP).
Seperti apa program induksi guru pemula (PIGP), apa saja yang harus dilakukan guru pemula di awal masa tugasnya,  siapa yang membimbing guru pemula, dan berapa lama program induksi bagi guru pemula dilaksanakan adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus mendapatkan jawabannya bagi guru pemula.
Menurut Permendiknas Nomor 27 Tahun 2010 Pasal 1 Ayat 1, program induksi bagi guru pemula yang selanjutnya disebut program induksi adalah kegiatan orientasi, pelatihan di tempat kerja, pengembangan, dan praktik pemecahan berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran/bimbingan dan konseling bagi guru pemula pada sekolah/madrasah di tempat tugasnya. Selanjutnya dalam Pasal 1 Ayat 2 disebutkan bahwa guru pemula adalah guru yang baru pertama kali ditugaskan melaksanakan proses pembelajaran/bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.
Pelaksanaan PIGP bertujuan untuk  membimbing guru pemula agar dapat beradaptasi dengan iklim kerja dan budaya sekolah/madrasah dan melaksanakan pekerjaannya sebagai guru profesional di sekolah/madrasah. Program induksi ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat pengangkatan dalam jabatan fungsional guru bagi guru pemula yang berstatus calon pegawai negeri sipil (CPNS) atau pegawai negeri sipil (PNS) mutasi dari jabatan lain.  Bagi guru pemula yang berstatus bukan PNS, guru pemula yang ditugaskan pada sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat, PIGP dilaksanakan sebagai salah satu syarat pengangkatan dalam jabatan guru tetap.
Program Induksi guru pemula dilaksanakan di satuan pendidikan tempat guru pemula bertugas selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun. Siapakah yang membimbing guru pemula? Yang membimbing adalah guru  profesional  berpengalaman  yang  diberi  tugas  untuk membimbing guru pemula yang selanjutnya disebut Pembimbing. Pembimbing ditugaskan oleh kepala sekolah/madrasah atas dasar profesionalisme dan kemampuan komunikasi. Sekolah/madrasah yang tidak memiliki pembimbing sebagaimana dipersyaratkan, kepala sekolah/madrasah dapat menjadi pembimbing sejauh dapat dipertanggungjawabkan dari segi profesionalitas dan kemampuan komunikasi. Jika kepala sekolah/madrasah tidak dapat menjadi pembimbing, kepala sekolah/madrasah dapat meminta pembimbing dari satuan pendidikan yang terdekat dengan persetujuan pengawas dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota atau kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan tingkat kewenangannya.
Adapun Kriteria guru yang ditunjuk oleh kepala sekolah sebagai pembimbing harus memiliki (1) kompetensi sebagai guru profesional; (2) kemampuan bekerja sama dengan baik; (3) kemampuan komunikasi yang baik; dan (4) kemampuan menganalisis dan memberikan saran-saran perbaikan terhadap proses pembelajaran/bimbingan dan konseling; (5) pengalaman mengajar pada jenjang kelas yang sama dan pada mata pelajaran yang sama dengan guru pemula, diprioritaskan yang telah memiliki pengalaman mengajar  sekurang-kurangnya 5 tahun dan  memiliki jabatan sekurang-kurangnya sebagai Guru Muda.
Guru pemula memiliki hak memperoleh bimbingan dalam hal pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru kelas dan guru mata pelajaran; pelaksanaan  proses  bimbingan  dan  konseling bagi guru  bimbingan  dan konseling; pelaksanaan tugas lain yang terkait dengan tugasnyasebagai guru, seperti pembina ekstra kurikuler.
Bimbingan dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan cara memberi motivasi tentang pentingnya tugas guru, memberi  arahan  tentang  perencanaan  pembelajaran/ pembimbingan, pelaksanaan pembelajaran/pembimbingan dan penilaian hasil belajar/ bimbingan siswa, dan memberi kesempatan untuk melakukan observasi pembelajaran di kelas dengan menggunakan lembar observasi pembelajaran.
Guru pemula berkewajiban merencanakan  pembelajaran/bimbingan  dan konseling,  melaksanakan  pembelajaran/bimbingan  dan  konseling  yang  bermutu, menilai  dan  mengevaluasi  hasil  pembelajaran/bimbingan  dan  konseling,  serta melaksanakan perbaikan dan pengayaan. Yang dilakukan guru pemula selanjutnya adalah melaksanakan  proses  pembelajaran/ pembimbingan dengan diobservasi oleh pembimbing sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap bulan pada  masa  pelaksanaan  program  induksi  dari  bulan  kedua  sampai  dengan  bulan kesembilan.
Dengan berakhirnya bulan kesembilan, kegiatan berikutnya adalah penilaian  guru  pemula  yaitu  penilaian  kinerja  berdasarkan  kompetensi guru:  kompetensi  pedagogik,  kompetensi  kepribadian, kompetensi  sosial,  dan kompetensi  profesional.  Keempat  kompetensi  tersebut dapat  dinilai  melalui observasi  pembelajaran  dan  observasi  pelaksanaan  tugas  lain. Penilaian dilakukan dengan 2 (dua) tahap, yaitu: (1) tahap  pertama,  penilaian  dilakukan  oleh  pembimbing  pada  bulan  kedua sampai  dengan  bulan  kesembilan  yang  bertujuan  untuk mengembangkan kompetensi guru dalam proses pembelajaran dan pembimbingan dan tugas lainnya; (2) tahap  kedua,  penilaian  dilakukan  oleh  kepala  sekolah/madrasah  dan pengawas yang bertujuan untuk menentukan nilai kinerja guru pemula. Observasi  pembelajaran/pembimbingan  pada  penilaian  tahap  kedua  dilakukan oleh kepala sekolah/madrasah sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali, sedangkan oleh pengawas  sekolah/madrasah  sekurang-kurangnya  2  (dua)  kali. Setiap  hasil  penilaian  tahap  pertama  dan  tahap  kedua  memuat  penjelasan mengenai  kemajuan  pelaksanaan  pembelajaran  dan  pembimbingan  oleh  guru pemula yang dapat menjadi bahan masukan bagi perbaikan guru pemula untuk memperoleh nilai kinerja baik.
           Kegiatan berikutnya adalah penyusunan  laporan  yang dilaksanakan  pada  bulan  kesebelas  setelah  penilaian  tahap kedua. Penyusunan  Laporan  Hasil  Penilaian  Kinerja  Guru  Pemula  oleh  kepala sekolah/madrasah  berdasarkan  pembahasan  dengan  pembimbing  dan pengawas sekolah/madrasah dan ditandatangani oleh kepala sekolah/madrasah dan pengawas sekolah/madrasah.
Untuk pengajuan  penerbitan  sertifikat  program  induksi  dilakukan  oleh  kepala sekolah/madrasah  yang  disampaikan  kepada  kepala  dinas  pendidikan  atau kepala kantor kementerian agama kabupaten/kota, dalam hal ini bagi guru pemula yang telah memiliki  Laporan  Hasil  Penilaian  Kinerja  Guru  Pemula  dengan  nilai  baik. Sertifikat  tersebut  menyatakan  bahwa  peserta  program  induksi (guru pemula) telah  berhasil menyelesaikan program induksi dengan nilai baik.
Diharapkan, dengan adanya PIGP ini guru pemula dapat melaksanakan pekerjaannya sebagai guru profesional di sekolah/madrasah. Dengan demikian program ini sepatutnya dapat mendukung peningkatan kompetensi, profesionalisme, dan karir guru profesional, sehingga  kinerja guru professional yang baik akan memberikan dampak kepada peningkatan kualitas lulusan satuan pendidikan yang pada akhirnya kualitas pendidikan negara kita dapat bersaing dengan Negara lain. Semoga menjadi guru benar-benar merupakan panggilan jiwa, bukan sekedar panggilan kerja. Aamiin.


                                                        * Guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Martapura

Senin, 14 Desember 2015

KETERBATASAN MELAHIRKAN KREATIVITAS

Sebuah pengalaman sarat makna Program Kemitraan Guru SMP Berprestasi
di kawasan Indonesia Timur

Di atas awan berarak putih dilapisi kabut tipis, biru langit dan biru laut, biru tak terbatas, dalam perjalanan ini menikmati hamparan pulau-pulau kecil di sekitar pulau Ternate, negeri pulau-pulau, negeri laut-laut. Inilah negeriku. Menginjakkan kaki di bumi Ternate membuat ingatan seakan terbang ke masa kecil ketika mengikuti pelajaran Sejarah di sekolah dasar. Kerajaan Ternate-Tidore dengan rajanya Sultan Baabulah. Perasaan ini sungguh mengharu biru, berada di kawasan Indonesia Timur yang sebelumnya hanya ada dalam angan-angan. Berkat program kemitraan ini, Maluku Utara dapat dijelajahi.
=====
Pada tanggal 28 September hingga 1 Oktober 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan memanggil peserta Kemitraan Guru SMP Berprestasi ke Sekolah Mitra untuk diberikan pembekalan di Hotel Ahadiat Bandung. Tujuan dari program kemitraan adalah peningkatan mutu guru yang berimplikasi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional di kawasan Indonesia timur.
Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 22 Oktober-31 Oktober 2015. Jadwal penerbangan yang terbatas, membuat Tim Maluku Utara berinisiatif untuk memulai perjalanan lebih awal. Perjalanan diawali dari daerah asal Martapura, Kalimantan Selatan pada tanggal 21 Oktober 2015 menuju Surabaya dan dilanjutkan ke kota Manado. Perjalanan memang menguji kesabaran, menikmati detik-detik berlalu karena jadwal penerbangan yang selalu tertunda.  Alhasil kedatangan di Manado disambut hangatnya sore ketika saya melirik jam di tembok Hotel Manado Inn menunjukkan pukul 16.00 WITA, dilanjutkan menikmati keindahan kota Manado, Jembatan Soekarno, pantai Malalayang dan teluk Manado di sore hari. Kami menginap di Manado satu malam dan akan melanjutkan perjalanan besok harinya pada pukul 06.40. 


Manusia memang sudah merencanakan segala sesuatunya dengan baik, namun apa hendak dikata takdir berkata lain. Pada tanggal 22 Oktober 2015, penerbangan ke Kao, Halmahera Utara tidak dapat dilanjutkan terkendala alasan cuaca. Kebakaran hutan di Halmahera Utara menyebabkan pekatnya kabut asap dan memberi dampak kepada jalur penerbangan. Penerbangan ke Bandar Udara Kuabang Kao, Halmahera Utara dipindahkan menuju Bandar Utara Sultan Baabullah Ternate. Tim Maluku Utara terbang ke Ternate pada pukul 09.30 WITA selama kurang lebih satu jam.
  

Tim kami harus melanjutkan petualangan lagi melalui jalur laut dari pelabuhan Ternate dengan Speed Boat selama setengah jam. Sungguh indah kepulauan di Maluku Utara dengan airnya yang bening. Dan kami tiba di Pelabuhan Sofifi siang hari. Dari Sofifi, menggunakan jalur darat menuju Tobelo dengan waktu tempuh kurang lebih delapan jam. Melewati jalan yang berliku di antara perbukitan, indahnya kebun kelapa, cengkeh dan pala di kiri kanan merupakan pengalaman yang menyenangkan di Halmahera Utara dengan segala tantangan alamnya. Di Sofifi memang sedang gencar-gencarnya dibangun perkantoran baru karena menjadi ibukota provinsi Maluku Utara. Pada pukul 20.00 WIT, Tim Maluku Utara tiba di Tobelo dan kami menginap di hotel Elizabeth Tobelo.

           
            Provinsi Maluku Utara terkenal dengan hasil tambangnya yaitu batu Bacan; Bacan Doko dan Bacan Palamea. Oleh karena itu, kami bersepakat Tim Maluku Utara menjadi Tim Batu Bacan. Pada tanggal 23 Oktober 2015, Tim Batu Bacan melapor dan bersilaturrahim dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Halmahera Utara. Kepala Dinas sangat menyambut baik program kemitraan ini dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena telah menjadikan Kabupaten Halmahera Utara sebagai tuan rumah kemitraan. Kepala Dinas menambahkan bahwa guru-guru di Halmahera Utara perlu meningkatkan kompetensi mereka baik dalam kompetensi pedagogic maupun professional.


            Hari berikutnya, tanggal 24 Oktober 2015, Tim Batu Bacan melapor dan berkoordinasi dengan Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah Tobelo. Kegiatan pemaparan materi bagi guru-guru dilaksanakan pada saat siswa sedang mengikuti kegiatan pemilihan pengurus OSIS. Materi yang dipaparkan antara lain implementasi Kurikulum 2013, penilaian, penulisan laporan PTK,  model-model pembelajaran dan ICT, media pembelajaran dan pemberdayaan MGMP. Para guru-guru mengikuti paparan materi dengan sangat  antusias. Disadari bahwa implementasi Kurikulum 2013 yang hanya satu semester di sekolah ini masih menyisakan banyak pertanyaan dan kendala. Pertanyaan yang muncul berkenaan dengan penilaian Kurikulum 2013yang masih dirasakan kerumitannya. Dari Tim Batu Bacan memberikan solusi dengan memberikan contoh cara memasukkan nilai beserta file penilaian. Dengan demikian, guru akan sangat terbantu dan proses penilaian pun dapat diselesaikan dengan cepat dan tuntas.


            Berkaitan dengan pembelajaran, guru IPA mengeluhkan dengan ketersediaan alat peraga yang terbatas. Semestinya, keterbatasan tidak membuat guru-guru berputus asa dan mengajar seadanya, namun keterbatasan seharusnya  melahirkan kreativitas. Guru dapat membuat alat peraga sederhana dengan menggunakan bahan dari kayu, kardus bekas, kertas bekas, dan lain-lain. Jika guru mampu berkreasi dalam pengembangan alat peraga tersebut, keterbatasan itu akan dapat diatasi.
            Kunjungan ke sekolah selanjutnya adalah SMP Negeri 5 Halmahera Utara yang berada di Galela, satu jam perjalanan dari Tobelo. Permasalahan yang dihadapi guru-guru pun masih berkisar pada penilaian Kurikulum 2013 dan guru-guru sangat antusias dalam mengikuti penjelasan dari Tim Batu Bacan. Dalam penguasaan bahasa Inggris, salah satu guru bahasa Inggris di sekolah ini sudah berbagi pengalaman beliau bagaimana agar siswa tertarik untuk mempelajari bahasa Inggris  dengan membuka kursus untuk siswa di sekitar SMP Negeri 5 Halmahera Utara. Terbukti dengan berhasilnya siswa di sekolah ini meraih juara storytelling tingkat kabupaten. Alhamdulillah, patut diacungkan jempol prestasi yang telah diraih sekolah ini.
           

Pemaparan tentang model-model pembelajaran semakin menyadarkan dan memberikan pencerahan bagi guru agar dapat diimplementasikan dalam kegiatan belajar-mengajar. Paparan media pembelajaran yang disampaikan diharapkan dapat menginspirasi guru-guru untuk mengembangkan media baik itu yang sederhana maupun yang berbasis teknologi.
            Hari terus berganti, Tim Batu Bacan mengunjungi sekolah berikutnya yaitu SMP Kristen Tobelo. Dari hotel hanya perlu waktu lima menit untuk tiba di sekolah ini. Yang dipaparkan masih berkisar tentang implementasi Kurikulum 2013, penilaian, penulisan laporan PTK,  model-model pembelajaran dan ICT, media pembelajaran dan pemberdayaan MGMP.  Yang menarik di sekolah ini, guru-guru termotivasi untuk mempraktikkan model-model pembelajaran yang dicontohkan Tim Batu Bacan. Meskipun satu contoh model pembelajaran ‘Make a Match” diberikan untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, hal ini memberikan pencerahan bagi guru lain untuk menggunakan model pembelajaran ini dalam mata pelajaran yang diampu. Alhamdulillah, guru-guru sangat antusias dan terlibat langsung dalam praktik pembelajaran. Tepatlah jika dikatakan “Learning by Doing” (Belajar sambil Melakukan).


            Pengalaman terus bertambah seiring dengan kunjungan berikutnya ke SMP Negeri 6 Halmahera Utara yang ditempuh selama satu jam. Mendengar pengalaman guru-guru di sana, rasanya hati ini begitu tersentuh. Jarangnya mengikuti pelatihan dan tidak aktifnya MGMP membuat guru-guru kurang mampu menjawab semua kendala yang dialami dalam menjalankan tugas. Bahkan salah seorang guru pun ada yang berseloroh, “Tidak Usahlah kami ini berangkat keluar negeri, cukup mengikuti pelatihan di Jakarta saja, rasanya senang sekali,” karena mengetahui bahwa Tim Batu Bacan memiliki pengalaman keluar negeri.



            Berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada guru-guru di sekolah tersebut menjadi hal yang sangat luar biasa bagi kami meskipun kami bukanlah guru yang tahu segalanya. Kami berbagi berdasarkan apa yang kami miliki dan disambut dengan sangat baik oleh para guru.
            Kunjungan terakhir adalah SMP Negeri 6 Satu Atap Kakara yang berada di pulau seberang dari Tobelo. Dalam perjalanan satu jam menuju ke Pulau Kakara, pemandangan sungguh indah. Sejauh mata memandang, beragam pulau di hadapan. Kekayaan lautnya dan alaminya terumbu karang membuat kami bersyukur akan kekayaan alam Indonesia.



Di antara keterbatasan akses teknologi, guru-guru bersemangat mengajar siswa-siswa SD dan SMP. Keterbatasan dalam jumlah guru pengajar, mendorong Dinas Pendidikan setempat merekrut guru dalam program Sarjana Mengajar di Daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (SM3T). Upaya ini dapat menjadi solusi kekurangan guru di daerah tersebut. Guru-guru sangat menghargai apa yang Tim Batu Bacan berikan. Ke depannya, diharapkan guru semakin kreatif dalam pengelolaan pembelajaran berdasarkan pencerahan yang mereka peroleh dari tim ini.


            Pengalaman mengajar IPA di satu kelas memberikan sinyal bahwa para siswa memiliki potensi yang besar untuk maju. Para siswa dengan sangat aktif menjawab pertanyaan guru, dan jika terus diasah tidak mengherankan jika para siswa nantinya akan menjadi sarjana kelautan dan perikanan, dan pakar pertanian.


Sambutan yang hangat dari para guru dan siswa menambah keceriaan kami di Pulau Kakara. Tarian Tide-tide dan Cakalele semakin menambah keakraban kami. Kami pun larut dan tergoda untuk ikut menari bersama. Inilah Indonesia, Tidak Bhinneka Bukan Indonesia. Pengalaman sarat makna ini tidak akan terlupakan bagi Tim Batu Bacan. Pengabdian yang tulus, semoga memacu kami untuk terus bersyukur, berjuang, dan berkarya sebagai guru.
Di dalam perjalanan pulang ke Tobelo, terciptalah puisi sebagai ungkapan hati seorang guru …
Ketika dermaga tujuan jauh di seberang
Ketika jarak luas terbentang
Waktu terasa amat bernilai
Diri ini tertunduk lunglai

Yaa Rabbi
Maafkan hamba yang baru sadari
Betapa melimpah anugerah ini
Ampuni hamba yang lupa akan diri
Begitu banyak yang telah diberi



Rabu, 05 Agustus 2015

KETIKA KUNJUNGAN SINGKAT DI NEW ZEALAND

Palmerston North adalah kota yang pertama kali dikunjungi di sebuah negeri selatan (New Zealand) ini. Kota ini tidak terlalu besar. Rumah-rumah tersusun rapi dan rata-rata sejenis bungalow dengan warna putih dan kelabu. Saya merasakan kota ini sangat sepi terlebih ketika para pekerja sudah tiba di tempat kerja dan anak-anak sekolah sudah beraktivitas di sekolah masing-masing. Jalanan terasa lengang.
Ada sepi melanda diri, bukan karena merasa asing dengan kondisi kota ini, juga bukan karena rindu kampung halaman. Sepi itu dirasakan karena saya tidak bisa mendengar suara adzan di sekitar hotel ataupun kampus. Yah, itulah sepi dalam makna sebenarnya, sehingga kemudian terciptalah sebuah puisi yang menggambarkan suasana hati pada saat itu.





Ada yang hilang ketika jauh darimu
Ada yang kurindu ketika tak berada di dekatmu
Suara adzanmu menggetarkan kalbuku
Seruanmu menguatkan imanku