Pernahkah Anda memperhatikan bagaimana masyarakat
Indonesia mengisi waktu ketika sedang antre di sebuah bank, di rumah sakit, di
ruang tunggu bandar udara, atau di kantor pos? Apa yang mereka lakukan untuk mengisi waktu tersebut?
Sebagian besar sibuk dengan smartphone mereka
berkirim pesan melalui sms, line, bbm, whatsApp,
mengunggah foto dan video di instragram,
update status di facebook atau twitter, sebagian yang lain asyik
mengobrol dengan orang yang duduk di dekatnya, dan hanya satu atau dua orang
membaca buku.
Dalam
laporan Unesco tahun 2012, minat membaca orang Indonesia 0,001 atau 1 dari 1000
orang Indonesia yang memiliki minat baca (http://www.kompasiana.com).
Rendahnya minat baca ini menjadikan kebiasaan membaca yang rendah. Selain itu,
pandangan sebagian masyarakat Indonesia masih berkutat pada pemenuhan hajat
hidup yang utama yaitu pangan dan sandang. Ditambah lagi dengan tempat tinggal
dan biaya pendidikan lainnya bagi masyarakat kurang mampu. Namun bagi
masyarakat yang mampu, membeli barang-barang teknologi yang semakin canggih
lebih dipilih daripada membeli buku.
Sistem
pembelajaran di Indonesia belum mewajibkan siswa membaca buku, di luar buku
pelajaran. Dalam buku “Pemimpin Cinta” karya Edi Sutarto,2015 terdapat kutipan hasil
survey sastrawan Taufik Ismail tahun 2008 yang memaparkan data buku yang wajib
dibaca siswa SMA di US sebanyak 32 judul per tahun (1987-1989), SMA Perancis 30
judul (1967-1970), SMA Belanda 30 judul (1970-1973), SMA Jepang 15 judul
(1969-1972), SMA Kanada 13 judul (1992-1994), SMA Rusia 12 judul (1980-an), SMA
Brunei 7 judul (1966-1969), SMA Malaysia 6 judul (1976-1980), SMA Singapura 6
judul (1982-1983), SMA Thailand 5 judul (1986-1991), dan di Indonesia hingga
level SMA tahun 1943-2008 tidak ada buku yang wajib dibaca (0 judul).
Hal ini sangat berbeda jika
dibandingkan dengan apa yang pernah penulis lihat di Monrad Intermediate School
di kota Palmerston North, New Zealand. Di sana siswa Kelas 7 diminta untuk
membaca sebuah buku cerita dalam mata pelajaran Literacy. Selama 2 minggu siswa membaca cerita pendek dan
melaporkan ringkasan cerita yang berisi tentang tokoh, latar cerita, alur
cerita, dan nilai moral cerita tersebut. Guru meminta laporan siswa satu per
satu dan siswa melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Jika satu bulan ada 2
judul cerita pendek yang dibaca, maka dalam satu catur wulan ada 6 judul cerita
pendek yang dibaca.
Kegemaran masyarakat saat
ini sejalan dengan kemajuan teknologi telah bergeser dari membaca buku
sebenarnya menuju membaca online. Syukur
Alhamdulillah jika yang dibaca di smartphone
adalah artikel atau buku cerita online. Namun sebagian masyarakat lebih memilih
untuk bermain game dan menonton video. Di tengah maraknya media hiburan seperti
TV, komputer, dan smartphone, orang
lebih memilih menikmati hiburan daripada membaca buku.
Kebiasaan membaca tampaknya
memang belum begitu mengakar di Indonesia. Secara historis, masyarakat
Indonesia adalah masyarakat pendengar dan penonton, bukan pembaca. Masyarakat
kita lebih dekat dengan budaya tutur (oral tradition) daripada budaya baca,
karena budaya mendengar dan menonton lebih menyenangkan daripada budaya baca. Transfer nilai dan kebudayaan
dilakukan melalui budaya tutur (lisan) dan ajaran etik dan moral lebih banyak
disampaikan melalui dongeng dan nasihat-nasihat langsung dari para sesepuh.
Melihat fakta ini, mengutip
artikel Balitbang Kemdikbud tanggal 28 Juli 2015, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mencanangkan gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) untuk
menumbuhkembangkan potensi unik siswa melalui pembiasaan membaca buku selain
buku pelajaran selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengatakan budaya membaca dimulai dengan membaca
singkat tapi rutin dilakukan terus-menerus sehingga menjadi pembiasaan dan
akhirnya menjadi budaya, demikian keterangan pers pada acara Jumpa Pers tentang
Penumbuhan Budi Pekerti di kantor Kemendikbud, Jakarta, Jum’at (24/7/2015).
Rencananya kegiatan rutin ini akan dilaksanakan pada tahun ajaran baru 2016/2017.
Meningkatkan minat baca
dapat dilakukan melalui keteladanan orang tua dan guru. Minat baca anak-anak
harus dibiasakan sejak usia dini. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang
mempunyai minat baca yang tinggi, akan terdorong untuk membaca karena kebiasaan
yang dicontohkan oleh orang tuanya. Orang tua menjadi contoh dan control yang
baik bagi anak-anak. Dalam hal ini,orang tua juga sangat berperan dalam
membangun minat baca anak-anak dengan menyediakan buku-buku yang menarik bagi
anak-anak di rumah. Tentu saja, buku-buku yang disediakan juga harus sesuai
dengan usia anak-anak. Pemberian hadiah untuk anak-anak dapat dilakukan jika
anak-anak dapat menyelesaikan membaca sebuah buku. Selain itu, terus mengikuti
perkembangan membaca anak-anak.
Demikian juga dengan guru.
Jika guru ingin siswanya membaca, maka gurunya juga harus membaca. Guru selalu
mendorong dan memotivasi siswa untuk mewujudkan minat baca yang tinggi. Guru
memperlihatkan antusias yang tinggi saat siswa membaca buku bacaannya. Guru
dapat mendorong siswa untuk membuat slogan-slogan di kelas seperti “Ingin jadi
Juara dan Berprestasi, Rajinlah Membaca”, “Gunakan Waktu Luang untuk Membaca”,
“Tiada Hari Tanpa Membaca”. Guru mengadakan lomba synopsis, dengan membuat
synopsis guru mengajarkan kepada siswa untuk menuangkan gagasannya ke dalam
tulisan.
Kerja sama antara guru dan
pengelola perpustakaan juga dapat dilakukan dengan membuat jadwal kunjungan
siswa ke perpustakaan, misalnya meminta siswa kelas IX pada hari Senin ke
perpustakaan untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru. Perpustakaan dibuat
menjadi menarik bagi siswa dengan mendesain perpustakaan menjadi tempat yang
nyaman untuk membaca agar siswa semakin betah di perpustakaan dan ketersediaan
buku-buku yang diinginkan dan disuka oleh siswa. Pemberian hadiah bagi siswa
yang paling banyak meminjam buku dan siswa tersebut meningkat prestasinya
setelah rajin membaca, dapat pula dilakukan.
Membaca adalah suatu cara
untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Semakin banyak membaca,
semakin banyak pula informasi yang kita dapatkan. Dengan membaca dapat
meningkatkan pengembangan diri, intelektual, wawasan, dan menjadikan pembaca
mempunyai tutur kata yang sopan.
Semoga gerakan Penumbuhan
Budi Pekerti (PBP) untuk menumbuhkembang- kan pembiasaan membaca buku dapat
berjalan dengan baik dan siswa memiliki niat yang tulus untuk membaca. Semoga
minat baca siswa di Indonesia bisa sejajar dengan Negara-negara lain karena
tinggi rendahnya minat baca suatu bangsa sangat menentukan kualitas sumber daya
manusia. Selanjutnya, kualitas sumber daya manusia sangat menentukan
perkembangan suatu bangsa.
* Guru Bahasa Inggris
di SMP Negeri 1 Martapura